.
Barometer Kepri.com | Batam, Aktivitas penyedotan pasir (sand suction) atau pengerukan hisap (suction dredging) kembali menjadi sorotan di kawasan pesisir Tanjung Uncang, Batam, Kepulauan Riau. Kegiatan tersebut berlangsung di lokasi milik PT Bumi Natura Indonesia (BNI) dengan menggunakan kapal keruk hisap (suction dredger).
Proses ini melibatkan penggunaan pompa bertenaga besar untuk menghisap campuran pasir dan air melalui pipa panjang, yang kemudian dipompa keluar dari lokasi pengerukan. Praktik ini dikhawatirkan berdampak pada kerusakan ekosistem laut serta mengganggu ruang tangkap nelayan tradisional di sekitar kawasan tersebut.
Seorang nelayan Tanjung Uncang, Rusli, mengaku kegiatan tersebut sudah berlangsung cukup lama tanpa hambatan dari aparat penegak hukum (APH).
![]() |
Foto Istimewa |
“Kapal keruk itu sudah lama beroperasi, siang dan malam. Tapi anehnya tidak pernah ada tindakan dari aparat. Padahal kami para nelayan yang paling merasakan dampaknya, ikan semakin sulit didapat,” ujarnya.
Potensi Pelanggaran Hukum
Aktivitas penyedotan pasir seperti ini berpotensi menabrak sejumlah regulasi penting, di antaranya:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
Pasal 98 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran/kerusakan lingkungan dipidana penjara minimal 3 tahun dan denda minimal Rp3 miliar.
Pasal 109: Setiap usaha/kegiatan tanpa izin lingkungan dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda hingga Rp3 miliar.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Melarang pemanfaatan ruang laut tanpa izin resmi, termasuk kegiatan pengerukan yang mengubah ekosistem pesisir.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
Pasal 8 ayat (1): Melarang kegiatan yang merusak ekosistem sumber daya ikan. Pelanggar dapat dipidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp1,2 miliar.
Jika terbukti ada pembiaran atau keterlibatan aparat, hal ini juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001.
Menanti Sikap BP Batam
Hingga berita ini diturunkan, pihak Badan Pengusahaan (BP) Batam selaku otoritas perizinan ruang laut di Batam belum dapat dimintai konfirmasi terkait aktivitas ini, mengingat hari libur. Publik kini menanti transparansi apakah kegiatan penyedotan pasir tersebut telah mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) atau justru dilakukan secara ilegal.
Jika terbukti melanggar, aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti kasus ini secara pidana, mengingat dampak ekologis dan sosialnya sangat merugikan masyarakat nelayan.
(red)