Iklan

BAROMETER KEPRI
Selasa, 19 Agustus 2025, Agustus 19, 2025 WIB
Last Updated 2025-08-21T07:37:59Z
Karimun

Perjudian Eksklusif di Hotel Satria Karimun : Kebal Hukum dan Diduga Dibekingi

.

photo eksklusif  :  Hotel Satria Karimun Kepulauan Riau 


Barometer Kepri. Com | KARIMUN – Dugaan praktik perjudian terselubung yang telah berlangsung lama di Hotel Satria, Tanjungbalai Karimun, kembali menyeruak ke publik. Ironisnya, aktivitas ilegal ini seolah dibiarkan begitu saja tanpa hambatan berarti dari aparat penegak hukum (APH) setempat, sehingga menimbulkan pertanyaan besar terkait komitmen pemberantasan judi di wilayah ini.


Bentuk perjudian yang marak berlangsung di lokasi tersebut ialah judi bola pimpong, yang patut diduga kuat beroperasi tanpa izin resmi. Lebih mengejutkan lagi, praktik melawan hukum ini dilakukan di dalam ruangan-ruangan VIP karaoke Hotel Satria, yang telah disulap bak “arena perjudian eksklusif”.



Seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya menuturkan, bisnis haram ini dikendalikan sosok berinisial Ang dan Aw, kedua orang ini dikenal luas sebagai “raja judi” terbesar di Tanjungbalai Karimun.



“Iya bang, sekarang perjudian dipegang sama Ang dan Aw*. Dia besar bang, bahkan sudah punya tempat seperti kasino juga di sini,” ungkap salah satu warga kepada wartawan media ini, Selasa (19/8/2025).


Nama Ang dan Awe* bukan hanya pemain lama, namun disebut sebagai aktor utama di balik maraknya perjudian yang seolah kebal hukum. Keberadaannya bahkan diduga kuat dilindungi, karena hingga kini aparat kepolisian setempat, khususnya Polres Tanjungbalai Karimun, belum juga melakukan tindakan tegas.



Kontradiksi Hukum dan Realitas Lapangan


Padahal, regulasi di Indonesia telah sangat jelas melarang segala bentuk perjudian.


Pasal 303 KUHP: Barang siapa dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk main judi tanpa izin, diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp25 juta.

Pasal 303 bis KUHP: Bahkan bagi pemain judi sekalipun, diatur ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta.

UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian menegaskan bahwa semua bentuk perjudian dilarang tanpa kecuali, dan pemerintah berkewajiban melakukan penindakan.



Pasal 55 KUHP juga memperluas ancaman pidana kepada siapa saja yang turut membantu, memfasilitasi, atau bekerja sama dalam tindak pidana perjudian.

Selain itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah berulang kali menegaskan perintah agar seluruh jajaran kepolisian menindak tegas segala bentuk perjudian darat maupun online tanpa pandang bulu.



“Saya ulangi, yang namanya perjudian apapun bentuknya—apakah itu darat, apakah itu online—semuanya harus ditindak. Tidak ada toleransi,” tegas Kapolri.


Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya pembiaran mencolok. Pertanyaannya: ketika pelaku utama telah diketahui publik, mengapa aparat belum juga melakukan tindakan hukum? Apakah ada unsur pembiaran? Atau lebih jauh lagi, apakah terdapat dugaan keterlibatan oknum.


aparat yang bermain di belakang layar?



Peran Pers dan Masyarakat


Fenomena ini memperlihatkan betapa pentingnya peran pers sebagai pilar keempat demokrasi untuk mengawasi dan mengingatkan publik terhadap praktik pelanggaran hukum yang merugikan masyarakat sekaligus mencoreng marwah penegakan hukum.



Masyarakat Karimun mendesak Polda Kepri dan Polres Tanjungbalai Karimun agar tidak menutup mata dan segera melakukan penertiban serta penutupan total praktik perjudian ilegal, terutama yang beroperasi secara terang-terangan di Hotel Satria.


Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen Hotel Satria maupun kepolisian setempat belum memberikan klarifikasi resmi meski telah dihubungi tim redaksi.



Jika dugaan pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum aparat dalam praktik perjudian ini benar adanya, maka hal itu tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga menodai kehormatan institusi kepolisian. Aturan mengenai sanksi etik maupun pidana bagi aparat sudah sangat jelas:


UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia



Pasal 13 huruf a: tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Membiarkan praktik perjudian jelas bertentangan dengan mandat konstitusional ini.


Pasal 14 ayat (1) huruf g: Polri wajib melakukan penyelidikan dan penyidikan semua tindak pidana sesuai hukum. Jika judi dibiarkan, berarti ada unsur kelalaian atau kesengajaan melanggar kewajiban.



Pasal 27: Anggota Polri dapat dijatuhi sanksi pidana, disiplin, maupun kode etik apabila terbukti menyalahgunakan kewenangan.


Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri



Pasal 10 huruf a: setiap anggota Polri wajib menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan integritas moral.


Pasal 13 huruf f: anggota Polri dilarang menyalahgunakan wewenang yang dimiliki.



Pasal 14 huruf e: anggota Polri dilarang melakukan perbuatan tercela atau yang dapat merendahkan kehormatan dan martabat Polri.


Sanksinya dapat berupa: teguran tertulis, mutasi bersifat demosi, penundaan pendidikan, pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), tergantung tingkat pelanggaran.



Pasal 421 KUHP (Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat)


Aparat yang dengan sengaja membiarkan atau tidak menindak kejahatan dapat dijerat pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan.



Dengan dasar hukum ini, jelas bahwa jika benar terdapat pembiaran atau keterlibatan oknum aparat dalam praktik perjudian di Hotel Satria, maka bukan hanya pelaku judi yang dapat dijerat, melainkan juga aparat yang melanggar kewajiban dan kode etik profesinya.


Fenomena ini menjadi ujian serius bagi Polres Tanjungbalai Karimun dan Polda Kepri untuk membuktikan bahwa institusi kepolisian benar-benar berdiri di atas hukum, bukan di bawah tekanan bandar atau jaringan perjudian.

(red)