Iklan

BAROMETER KEPRI
Senin, 03 November 2025, November 03, 2025 WIB
Last Updated 2025-11-12T04:50:27Z
BatamNews

DLH Batam dan Polda Kepri Diminta Usut Dugaan Penimbunan Ilegal di Kawasan Mangrove Sei Pelunggut

.


 

Barometerkepri.com | Batam — Praktik perusakan lingkungan kembali mencoreng wajah pembangunan di Kota Batam. Kali ini, sorotan tertuju pada aktivitas penimbunan lahan besar-besaran yang diduga dilakukan oleh PT Anektra Digdaya Semesta di kawasan Sei Pelunggut, Kecamatan Sagulung. Kegiatan tersebut ditengarai telah menggunduli hutan mangrove dan menutup area resapan air alami, yang selama ini berfungsi sebagai pelindung ekosistem pesisir dan penahan pasang air laut.



Pantauan awak media pada Senin (3/11/2025) menunjukkan bahwa alat berat bekerja tanpa henti meratakan lahan dan menimbun kawasan hijau yang sebelumnya dipenuhi vegetasi bakau lebat. Area yang dahulu menjadi benteng alami dari ancaman banjir rob dan abrasi kini berubah menjadi hamparan tanah urukan.



Lebih mengkhawatirkan lagi, lokasi aktivitas tersebut berada sangat dekat dengan pemukiman warga dan area pendidikan SMK Negeri 11 Batam, sehingga menimbulkan ancaman langsung terhadap keselamatan lingkungan dan kenyamanan masyarakat.



“Dulu di sini hutan bakau, tempat air laut tertahan waktu pasang besar. Sekarang semua diratakan. Kalau hujan lebat atau air pasang, bisa-bisa banjir sampai ke sekolah,” ujar seorang warga Sei Pelunggut yang enggan disebutkan namanya, dengan nada kecewa.



Menurut informasi lapangan, kegiatan penimbunan tersebut dikawal langsung oleh seorang karyawan bernama Siagian, yang disebut sebagai pengawas lapangan PT Anektra Digdaya Semesta. Bukannya memastikan pelaksanaan sesuai aturan lingkungan, Siagian justru disebut fokus pada kelancaran pengerjaan proyek, tanpa memperhatikan aspek ekologis yang terdampak.



Beberapa pekerja di lokasi juga mengaku bahwa kegiatan tersebut sudah berlangsung beberapa minggu terakhir tanpa adanya penyiraman jalan, pagar pengaman, maupun tanda batas lingkungan yang biasanya menjadi syarat wajib dalam aktivitas cut and fill berizin.



Tindakan penimbunan di kawasan mangrove dan daerah resapan air ini berpotensi melanggar beberapa ketentuan hukum lingkungan hidup, di antaranya:



Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a dan e, yang melarang setiap orang melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran, perusakan ekosistem, dan pengalihan fungsi kawasan lindung.



Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap kegiatan cut and fill memiliki dokumen AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL yang disahkan oleh instansi berwenang.



Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 24 Tahun 2021 tentang Tata Kelola Kawasan Mangrove, yang menegaskan bahwa setiap perubahan fungsi lahan di kawasan pesisir harus mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem mangrove dan keseimbangan hidrologi wilayah.



Jika benar perusahaan tersebut tidak mengantongi izin lingkungan dan tidak menjalankan mitigasi dampak ekologis, maka aktivitas tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap peraturan tata ruang dan lingkungan hidup.




Masyarakat sekitar Sei Pelunggut mendesak agar pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam, serta Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kepri, turun tangan menindak tegas aktivitas penimbunan yang diduga ilegal ini.


“Kami khawatir, kalau tidak dihentikan, nanti daerah sini bisa langganan banjir. Air hujan tidak punya tempat meresap lagi,” ujar salah satu warga lainnya yang ikut menyaksikan aktivitas alat berat di lokasi.



Publik menilai lemahnya pengawasan dari pemerintah dan otoritas kawasan memberi ruang bagi perusahaan tertentu untuk mengakali regulasi lingkungan dengan dalih investasi. Padahal, setiap bentuk investasi seharusnya berorientasi pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development) — bukan justru merusak fungsi ekologis wilayah.



Wilayah Barelang dan sekitarnya selama ini dikenal sebagai ikon pariwisata Batam yang mengandalkan keindahan alam dan keasrian pesisir. Aktivitas penimbunan dan penggundulan mangrove seperti ini berpotensi menciptakan citra buruk di mata wisatawan mancanegara (wisman) yang menjadikan Barelang sebagai tujuan wisata alam dan bahari.



Keberlanjutan pembangunan Batam mestinya dijalankan dengan prinsip keseimbangan — antara kemajuan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum perlu memastikan bahwa tidak ada investasi yang berdiri di atas kehancuran ekosistem dan penderitaan masyarakat lokal.



Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Anektra Digdaya Semesta belum memberikan tanggapan resmi atas dugaan kegiatan penimbunan di kawasan Sei Pelunggut tersebut. Awak media juga masih menunggu klarifikasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam dan BAKAMLA Wilayah Barat yang wilayah kerjanya berdekatan dengan area aktivitas tersebut.



Masyarakat berharap kasus ini tidak berakhir dengan pembiaran seperti sejumlah kasus perusakan mangrove sebelumnya. Penegakan hukum dan tindakan cepat dari pihak berwenang menjadi kunci agar Batam tidak kehilangan fungsi ekologisnya demi kepentingan ekonomi jangka pendek.

(tim Pjs)