Iklan

BAROMETER KEPRI
Senin, 20 Oktober 2025, Oktober 20, 2025 WIB
Last Updated 2025-10-20T12:32:22Z
Berita KepriNews

Korban Meninggal Tragedi ASL Shipyard Bertambah Jadi 13 Orang, Gusmanedy Sibagariang Desak Komisi IX DPR RI Panggil Instansi Terkait

.


 

Barometerkepri.com | Batam, Jumlah korban meninggal dunia akibat tragedi kebakaran kapal MT Federal 2 di kawasan industri PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang, kembali bertambah. Hingga Senin (20/10/2025), dua korban tambahan — Edison Napitupulu dan Imam — dinyatakan meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Dengan demikian, total korban jiwa mencapai 13 orang pekerja, sementara puluhan lainnya masih dirawat akibat luka bakar serius.


Peristiwa nahas yang terjadi pada Rabu dini hari (15/10/2025) ini merupakan tragedi kedua dalam kurun waktu empat bulan di perusahaan yang sama. Sebelumnya, pada Juni 2025, kebakaran serupa juga menewaskan empat pekerja dan melukai lima lainnya. Dua tragedi dalam waktu singkat ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai tanggung jawab manajemen perusahaan dan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap standar keselamatan kerja (K3) di kawasan industri Batam.




Menanggapi hal tersebut, Gusmanedy Sibagariang, A.Md, tokoh masyarakat sekaligus Ketua DPC Pro JurnalisMedia Siber (PJS) Kota Batam, mendesak Komisi IX DPR RI untuk segera memanggil dan memeriksa seluruh pihak terkait dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna mengungkap akar masalah dan memastikan penegakan hukum atas kelalaian yang terjadi.


“Tragedi ini tidak bisa lagi dianggap sebagai kecelakaan kerja biasa. Dua kali dalam empat bulan, di lokasi dan kapal yang sama, jelas ini bentuk kelalaian berat yang sistemik. Komisi IX DPR RI harus turun tangan dan memanggil semua instansi terkait untuk dimintai pertanggungjawaban,” tegas Gusmanedy, Senin (20/10/2025).


Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI)

Sebagai pembina nasional dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Kemnaker diminta untuk mengevaluasi sistem pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran K3 di sektor galangan kapal.


Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kepulauan Riau

Memiliki kewenangan langsung melakukan inspeksi dan pengawasan ketenagakerjaan di lapangan. Gusmanedy menilai lemahnya pengawasan dari dinas ini menjadi salah satu penyebab berulangnya kecelakaan kerja di Batam.


BP Batam (Badan Pengusahaan Batam)

Sebagai pengelola kawasan industri dan pemberi izin lahan usaha, BP Batam perlu memberikan penjelasan terbuka mengenai mekanisme pengawasan standar keselamatan industri di Tanjung Uncang serta pengendalian aktivitas perusahaan berisiko tinggi seperti galangan kapal.


Manajemen PT ASL Shipyard Batam

Sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung atas keselamatan pekerja, manajemen PT ASL diminta membuka hasil audit internal, laporan keselamatan kerja, dan evaluasi penerapan K3 secara transparan kepada publik dan pihak berwenang.


Selain mendesak pemanggilan instansi tersebut, Gusmanedy juga mengecam pelarangan wartawan untuk meliput di area PT ASL Shipyard pasca tragedi kebakaran. Ia menilai tindakan itu bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan berpotensi menghalangi hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran atas peristiwa yang menelan banyak korban.


“Ketika sebuah tragedi kemanusiaan terjadi, ruang privat berubah menjadi ruang publik. Masyarakat berhak tahu, dan pers berhak meliput. Melarang wartawan hanya menimbulkan kecurigaan seolah ada yang ingin ditutupi,” ujarnya tegas.


Menurutnya, fungsi pers dalam situasi krisis bukan untuk mencari sensasi, melainkan mengawal transparansi, menegakkan akuntabilitas, dan memastikan hak korban serta keluarganya tidak diabaikan.


“Pers bukan musuh industri. Justru media hadir untuk memastikan agar korban tidak dilupakan, dan agar tragedi semacam ini tidak terus berulang,” ungkapnya dengan nada prihatin.


Gusmanedy menegaskan bahwa dirinya bersama DPC PJS Kota Batam akan segera mengirimkan surat resmi kepada Komisi IX DPR RI sebagai bentuk seruan moral dan keprihatinan publik, agar tragedi kebakaran di PT ASL Shipyard dijadikan momentum nasional untuk memperbaiki sistem keselamatan kerja di Indonesia.


“Batam memang kota industri. Tapi industri harus berjalan dengan rasa kemanusiaan. Setiap buruh berhak pulang dengan selamat kepada keluarganya — itu amanat konstitusi dan tanggung jawab negara, bukan sekadar slogan,” pungkas Gusmanedy dengan nada tegas.



Tragedi berulang di PT ASL Shipyard menunjukkan adanya indikasi pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Pasal 28A dan Pasal 28H UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara atas keselamatan, keamanan, dan perlindungan dalam bekerja.


Penegakan hukum tegas terhadap kasus ini bukan hanya soal tanggung jawab moral, melainkan tuntutan konstitusional demi menjaga martabat kemanusiaan para pekerja Indonesia.


(red)