Iklan

BAROMETER KEPRI
Selasa, 14 Oktober 2025, Oktober 14, 2025 WIB
Last Updated 2025-10-14T15:14:37Z
Berita

Diam-Diam Merusak Laut: Reklamasi Misterius PT BNI di Tanjung Uncang Terendus Warga

.


 

Barometerkepri.com | Batam, Aktivitas mencurigakan kembali terlihat di kawasan pesisir Tanjung Uncang, Kecamatan Batu Aji, Kota Batam. Sejumlah dump truk pengangkut tanah tampak hilir-mudik memasuki area PT Bumi Natura Indonesia (BNI) pada Rabu malam (14/5/2025). Dari pantauan warga dan nelayan sekitar, kegiatan itu berlangsung hingga larut malam — seolah dilakukan dengan sengaja untuk menghindari sorotan publik dan aparat penegak hukum.



“Kami heran, kenapa mereka selalu kerja malam hari. Kalau siang, tidak ada aktivitas sama sekali. Seperti sengaja sembunyi-sembunyi,” ujar seorang nelayan yang ditemui di sekitar lokasi dengan nada kesal.


Menurut pengakuan para nelayan, aktivitas reklamasi pantai ini sudah berlangsung beberapa pekan terakhir, namun intensitasnya meningkat pada malam hari. Tanah dari truk ditumpahkan langsung ke bibir pantai, menyebabkan air laut berubah keruh kecokelatan dan menutupi kawasan tangkapan ikan di sekitar perairan tersebut.


Tim awak media ini menelusuri bahwa PT Bumi Natura Indonesia (BNI) sebelumnya sudah pernah mendapat sorotan publik karena dugaan kegiatan penimbunan tanpa izin lingkungan lengkap. Kini, kegiatan malam hari tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa pihak perusahaan berupaya melanjutkan reklamasi tanpa dasar hukum yang sah, dengan menghindari pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan aparat penegak hukum (APH)

.

Pasal 98 dan 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) — yang menegaskan bahwa setiap kegiatan yang berdampak pada perubahan lingkungan wajib memiliki izin AMDAL atau UKL-UPL.



Pasal 75 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang setiap pihak melakukan reklamasi tanpa izin lokasi dan izin pelaksanaan dari pemerintah.


Jika benar tidak memiliki izin, maka aktivitas ini termasuk dalam kategori perusakan lingkungan dengan unsur kesengajaan, yang ancamannya pidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.



Bagi masyarakat pesisir, dampaknya sudah terasa langsung. Air laut menjadi keruh, biota laut terganggu, dan hasil tangkapan ikan menurun drastis.
“Kalau sudah begini, kami nelayan yang rugi. Dulu masih bisa dapat ikan dekat sini, sekarang airnya berlumpur dan bau,” ujar nelayan lain yang menolak disebut namanya.


Pantauan malam itu menunjukkan bahwa aktivitas pemuatan tanah berlangsung cepat. Setiap dump truk yang keluar dari area reklamasi meninggalkan jejak lumpur tebal di jalan akses utama menuju pantai. “Kalau siang, alat berat berhenti. Tapi begitu malam datang, suara mesin hidup lagi. Kami dengar dari jauh, tanah terus dibuang ke laut,” tambahnya.


Praktik seperti ini memunculkan kecurigaan publik bahwa ada pembiaran atau lemahnya pengawasan dari pihak berwenang. Sejumlah aktivis lingkungan mendesak agar Polda Kepri, DLH, dan BP Batam segera turun tangan memeriksa legalitas kegiatan tersebut.


“Kalau benar dilakukan tanpa izin resmi, ini bukan hanya pelanggaran administratif — tapi kejahatan lingkungan yang terencana. Aktivitas malam hari itu pola klasik untuk menghindari pemantauan,” ujar seorang pemerhati lingkungan yang enggan disebutkan namanya.


Pihak berwenang diharapkan segera menyegel lokasi, memeriksa dokumen izin, serta menyita alat berat dan kendaraan pengangkut tanah yang digunakan dalam proses reklamasi ilegal tersebut.

(tim)