Iklan

BAROMETER KEPRI
Jumat, 22 Agustus 2025, Agustus 22, 2025 WIB
Last Updated 2025-08-22T11:53:39Z
Kesehatan

Gedung Puskesmas Sungai Pelunggut Rampung, tapi Belum Difungsikan: Warga Kecewa, Birokrasi Jadi Penghalang

.

photo istimewa : Bangunan Puskesmas Sei Pelunggut Sagulung 



Barometer Kepri. Com | Batam, Sebuah gedung megah berdiri di Kelurahan Sungai Pelunggut, Kecamatan Sagulung. Plang bertuliskan Puskesmas Sungai Pelunggut terpampang jelas, cat dinding masih segar, fasilitas terlihat rapi. Namun, sejak rampung dibangun, bangunan itu justru terbengkalai—belum satupun warga yang bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di dalamnya.


Kekecewaan pun merebak di tengah masyarakat. Mereka bertanya-tanya, mengapa gedung yang sudah siap secara fisik belum juga difungsikan.


“Bangunannya sudah berdiri, tapi pintunya masih terkunci. Kami butuh pelayanan kesehatan cepat, bukan gedung kosong yang hanya jadi pajangan,” ujar Rahmat, salah seorang warga setempat.


Hal serupa diungkapkan Lina, ibu rumah tangga yang berharap puskesmas itu segera beroperasi.


“Kalau anak sakit, kami masih harus jauh ke puskesmas lain. Kenapa sudah jadi tapi tidak bisa dipakai? Rasanya percuma kalau hanya menunggu birokrasi,” keluhnya.


Alasan Dinas Kesehatan


Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Batam, Anggi, ketika dikonfirmasi, mengakui bahwa Puskesmas Sungai Pelunggut belum difungsikan. Alasannya, proses pembentukan Peraturan Wali Kota (Perwako) yang menjadi dasar pengoperasian masih berjalan dan harus melalui tahapan hingga ke Pemerintah Provinsi.


“Sarana sudah lengkap, tenaga rekam medis juga tersedia. Tinggal menunggu pengesahan resmi agar bisa dioperasikan,” jelas Anggi.


Namun jawaban itu tak meredam kekecewaan warga, yang menilai proses birokrasi terkesan berlarut-larut dan lamban.


Birokrasi vs Hak Dasar Kesehatan


Fakta bahwa gedung siap tapi belum berfungsi menimbulkan tanda tanya soal tata kelola pembangunan. Warga menilai pemerintah hanya fokus pada penyelesaian fisik proyek, tetapi mengabaikan aspek kebermanfaatannya.


Seorang tokoh masyarakat bahkan menyebut kondisi ini sebagai bentuk pemborosan.


“Ini uang rakyat. Kalau sudah dibangun, mestinya langsung difungsikan. Jangan sampai hanya jadi monumen karena birokrasi yang lambat,” tegasnya.


Dalam perspektif hukum, penundaan operasional puskesmas berpotensi melanggar hak dasar warga atas kesehatan. Hal ini ditegaskan dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, antara lain:


Pasal 5 ayat (3): “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.”


Pasal 9 ayat (1): “Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.”


Pasal 14: “Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat.”


Dengan dasar hukum tersebut, jelas bahwa pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan puskesmas segera difungsikan. Menunda operasional sama saja dengan menunda hak masyarakat untuk mendapat layanan kesehatan yang layak.


Catatan Investigatif


Kasus Puskesmas Sungai Pelunggut memperlihatkan paradoks klasik pembangunan: proyek fisik selesai, tetapi pelayanan publik mandek karena administrasi tak kunjung rampung.


Sementara warga menanti ruang perawatan, ruang gawat darurat, dan layanan kesehatan yang dekat, mereka justru harus berhadapan dengan pintu terkunci dan janji menunggu Perwako.


Pertanyaannya, sampai kapan masyarakat harus bersabar? Apakah birokrasi akan kembali menjadi alasan klasik, sementara UU Kesehatan dengan tegas mewajibkan negara menyediakan layanan kesehatan yang merata dan terjangkau bagi semua warga?

(Red)